Sabtu, 09 Juni 2012

TULISAN SOFTSKILL

TULISAN SOFTSKILL
CONTOH KASUS HAK CIPTA dan HAK PATEN





Studi Kasus Hak Cipta

Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkritnya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.

Tanggapan Saya
Menanggapi kasus pelanggaran hak cipta diatas, terlihat bahwa kurangnya kesadaran seseorang dalam menghargai hasil karya orang lain dan kurangnya kesadaran hukum dikalangan masyarakat kita, memungkinkan orang tersebut melakukan pelanggaran dengan cara membajak atau mengcopy sepenuhnya tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta. Akibat dari pelanggaran hak cipta tersebut adalah merusak kreativitas seseorang yang menciptakan. Pencipta merasa dirugikan baik secara moril maupun materiil karena hasil karyanya selalu dibajak. Hal ini disebabkan karena  ketidaktegasan penegakan hukum hak cipta di Indonesia. Pemerintah harus dapat memberikan sanksi tegas seperti yang tertulis dalam pasal 72 tentang Undang-Undang Hak Cipta yaitu bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar hak cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Menurut saya, solusi yang perlu diterapkan yaitu perlunya ditanamkan kesadaran kepada masyarakat agar tidak dengan mudahnya membajak hasil karya orang lain atau pencipta. Kesadaran tersebut tentu tidak akan tumbuh apabila tidak dibarengin dengan sanksi yang tegas dan berat agar menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang melanggarnya. 



Pembahasan Kasus Hak Paten

Kasus 1
Teknologi rekaya genetik memungkinkan kita untuk mengisolasi DNA dari berbagai organisme dan menggabungkannya ke dalam suatu organisme yang lain sehingga menghasilkan organisme dengan sifat yang berbeda. Teknik ini juga diterapkan dalam usaha menciptakan tanaman dengan sifat-sifat unggul, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi pertanian pada umumnya. Rekombinasi DNA dianggap sebagai bentuk baru dari alam atau penemuan baru sehingga pada perkembangannya kemudian tanaman transgenik dapat dipatenkan. Tetapi di Indonesia berdasarkan UU no.14 tahun 2001 mengenai paten, makhluk hidup kecuali jasad renik tidak dapat dipatenkan, sehingga perlindungan bibit unggul diatur dalam UU No.29 tahun 2000 mengenai Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Salah satu tanaman pangan yang telah mendapatkan PVT di Indonesia adalah jagung. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan terpenting selain beras dan kedelai. Sampai tahun 2001 jumlah lahan yang ditanami jagung hibrida di Indonesia hanya mencapai 15%, sangat jauh jika dibandingkan dengan Filipina dengan angka 40% atau Thailand dengan angka 86%. Gambaran ini menjadi argumentasi untuk meningkatkan penggunaan benih jagung hibrida.
Dewan Jagung Nasional yang beranggotakan wakil pemerintah dan industri, menargetkan peningkatan penggunaan jagung hibrida. Ditargetkan areal tanam 3,3 juta Ha saat ini dapat menjadi 7,5 juta ha. Yang menjadi potensi masalah bukan pada target peningkatan produksi jagung tersebut, namun sifat dari hal paten yang, melekat pada benih jagung hibrida. Dengan meningkatkan target pemakaian benih hibrida, maka meningkat pula ketergantungan petani pada benih yang dipatenkan tersebut. Berkaca dari kasus tuntutan hukum yang pernah ada seringkali tidak jelas definisi pelanggaran hukum yang dituduhkan kepada petani. Dan tidak kalah mengerikan adalah dengan adanya PVT perusahaan benih jagung multinasional memiliki peluang yang menentukan arah kebijakan pengembangan jagung di Indonesia.
Proyeksi masalah yang lebih besar dapat dilihat pada kasus dominasi bibit paten yang diproduksi oleh PT. Monsanto di Amerika yang mencapai sekitar 85% di seluruh ladang kedelai, 45% dari seluruh ladang jagung dan 76% untuk ladang kapas. Petani di berbagai daerah di Amerika mengeluhkan sulitnya bercocok tanam tanpa tersangkut masalah pelanggaran hak paten, sedangkan untuk beralih ke bibit alami sudah tidak mungkin karena kelangkaan bibit alami di pasaran. PT. Monsanto menyatakan bahwa sejak tahun 1998 hingga 2004 telah dibuka sidang ribuan petani dengan tuntutan pelanggaran hak paten bibit produksinya. Tidak setengah-setengah, PT. Monsanto mengerahkan anggota khusus penyelidikan kemungkinana pelanggaran hak paten sebanyak 75 staf dengan anggaran sebesar $10.
Kasus serupa juga mulai di alami di Indonesia, tepatnya di Jawa Timur. PT. BISI, anak perusahaan dari PT. Charoen Pokhpand merupakan produsen bibit jagung unggul. Seperti produsen benih lainnya propagasi benih di serahkan ke petani-petani jagung lokal dengan ikatan kontrak. Seorang petani bernama Pak Tukirin mengikuti program propagasi bibit jagung produksi PT. BISI tersebut selama beberapa tahun, bahkan sempat memenangkan juara terbaik kedua penghasil benih jagung se-Kecamatan Ngoronggot. Setelah selesai kontrak pembenihan dengan PT. BISI, Pak Tukirin membeli benih jagung produksi PT.BISI (bukan ikatan kontrak) untuk dibudidayakan dengan tujuan konsumsi dan bukan penangkaran benih. Dari sini Pak Tukirin mencoba untuk menciptakan bibit unggul sendiri berdasarkan pengalamannya. Kegiatan ini kemudian dilaporkan PT BISI sebagai tindakan pelanggaran PVT jagung produksi PT BISI. Setelah tidak terbukti demikian, tuntutan dialihkan sebagai pelanggaran berupa peniruan cara berbudidaya.
Secara hukum tuntutan atas Pak Tukirin memiliki banyak kecacatan. Tuduhan yang dikenakan terhadap Pak Tukirin tidak berdasar hukum sama sekali. Fakta kejadian bahwa Pak Tukirin mencoba melakukan persilangan dengan caranya sendiri kemudian dituduh merupakan usaha sertifikasi yang illegal berdasarkan UU. No.12 mengenai Sistem Budidaya Tumbuhan. Bila dicermati tuntutan tersebut sangat menyimpang dari kejadian yang sebenarnya.
Petani kecil yang umumnya awam terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan kontrak perjanjian dan hukum, menjadi sasaran empuk penuntutan-penuntutan hukum yang tidak jelas dasarnya tanpa ada perlawanan. Petani tidak berkutik dalam sistem hukum karna tidak mampu menyewa pengacara bahkan pembayaran biaya sidang ...


Kasus 2
Kasus gugatan atas paten baru pertama terjadi terhadap jejaring sosial. Yahoo melayangkan gugatan atas kekayaan intelektual terhadap Facebook. Yahoo mengklaim jejaring sosial itu telah melanggar 10 hak patennya termasuk sistem dan metode untuk iklan di situs. Facebook membantah tuduhan itu. Gugatan itu muncul menyusul rencana Facebook untuk melakukan go publik. Masalah hak paten biasa terjadi antara pembuat smartphone, tetapi ini untuk pertama kalinya masalah ini diributkan oleh kedua raksasa internet. Dalam sebuah pernyataan dari Yahoo menyebutkan bahwa ini adalah kasus yang besar. "Paten Yahoo berkaitan dengan inovasi dalam produk online, termasuk layanan pesan, generasi berita berbayar, komentar sosial dan tampilan iklan, mencegah penipuan dan kontrol terhadap kerahasiaan," seperti disebutkan dalam gugatan itu. "Model jejaring sosial Facebook, yang mengijinkan pengguna untuk menciptakan profil dan terhubung dengan, diantara hal yang lain, seseorang atau bisnis, itu berbasis pada paten teknologi jeraring sosial yang dimiliki Yahoo. Jejaring sosial mengisyaratkan bahwa Yahoo tidak berupaya keras untuk menyelesaikan masalah itu tanpa melibatkan pengadilan. Digambarkan langkah Yahoo ini menimbulkan teka-teki. "Kami kecewa terhadap Yahoo, yang selama ini merupakan mitra bisnis Facebook dan sebuah perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari asosiasinya dengan Facebook, dan memutuskan untuk menempuh jalur hukum," tambahnya.
Sejarah berulang
Kasus ini seperti ulangan dari keputusan Yahoo untuk menggugat Google menyusul penawaran saham perdana perusahaan tu pada 2004 lalu. Sengketa masalah hak paten itu dimenangkan Yahoo yang memperoleh sejumlah pembayaran. Disebutkan Google melakukan penyelesaian kasus itu dengan menerbitkan 2,7 juta saham untuk saingannya.  "Ini masuk akal bahwa Yahoo ingin mencoba taktik yang berhasil digunakan dimasa lalu," kata analis teknologi di New York BGC Partner Colin Gillis kepada BBC. "Tetapi ada keputusasaan disana - tampaknya bahwa mereka akan mendapatkan uang dengan mudah dari Facebook. Ini tidak akan menganggu IPO."
Baru-baru ini Yahoo mengubah susunan pimpinannya, dan menunjuk Scott Thompson sebagai kepala eksekutif pada Januari lalu. Pendiri Yahoo, Jerry Yang, mengundurkan diri dari jajaran pimpinan pada Januari. Kepala perusahaan dan tiga direksi mengumumkan pengunduran diri mereka setelah itu. The Wall Street Journal melaporkan bahwa banyak karyawan Yahoo diperkirakan akan menghadapi pemecatan menyusul penurunan keuntungan. Keputusan Thompson untuk menggugat kemungkinan akan mendatangkan dana segar atau aset lain jika pengadilan mengabulkan gugatan itu. "Ini menarik karena pertama kalinya hak paten dipermasalahkan media sosial," kata Andrea Matwyshyn, asisten profesor studi hukum Wharton School, University of Pennsylvania.



Solusi dari kedua kasus
Solusi untuk masalah paten adalah dengan mengembangkan teknologi dengan mengembangkan sistem perlindungan terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang berupa pemberian hak paten. Tindakan ini dilakukan bertujuan untuk agar tidak terjadi masalah-masalah seperti mengklaim(pembajakan) peniruan tentang pembudidayaan tanaman.


TUGAS SOFTSKILL




Tugas Softskill

Perlindungan Konsumen


1.     Pengertian Konsumen
2.    Asas dan tujuan konsumen
3.    Hak dan kewajiban konsumen
4.   Hak dan kewajiban pelaku usaha
5.    Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
6.   Tanggung jawab bagi pelaku usaha
7.    Sanksi bagi konsumen dan pelaku usaha




1. PENGERTIAN KONSUMEN
Pengertian Konsumen

Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Didalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara :
Consumer (konsumen) dan Custumer (pelanggan).
Konsumen adalah semua orang atau masyarakat. Termasuk pelanggan.
Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu
produk yang di produksi oleh produsen tertentu.
Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara :
Konsumen akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya;
Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.


Pengertian Perlindungan Konsumen
Sedangkan pengertian perlindungan konsumen yaitu :
Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 : “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a: “pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen.”
Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen adalah :“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen”.
Jadi, kesimpulan dari pengertian –pengertian diatas adalah :
Bahwa Hukum perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.
2. AZAS DAN TUJUAN
Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
* Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
* Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
* Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
* Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
* Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
* Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Azas Perlindungan Konsumen
Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain :

* Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
* Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
* Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
* Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
* Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

3. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :

* Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
* Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
* Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
* Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
* Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
* Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
* Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
* Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
* Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
* Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
* Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
* Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
* Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. HAK DAN  KEWAJIBAN PELAKU USAHA

Hak Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen  adalah:
Ø hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Ø hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
Ø hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Ø hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Ø hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen  adalah:
Ø beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Ø memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
Ø memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Ø menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Ø memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Ø  memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø  memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a.Tidak sesuai dengan :
ü standar yang dipersyaratkan;
ü peraturan yang berlaku;
ü ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang  dan/atau jasa yang menyangkut :
ü berat bersih;
ü isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
ü kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
ü mutu, tingkatan, komposisi;
ü proses pengolahan;
ü gaya, mode atau penggunaan tertentu;
ü janji yang diberikan;
c.Tidak mencantumkan :
ü tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
ü informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d.Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
e.Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
ü Nama barang;
ü Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
ü Tanggal pembuatan;
ü Aturan pakai;
ü Akibat sampingan;
ü Nama dan alamat pelaku usaha;
ü Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
f.Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2)Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
a.Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
ü Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
ü Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
ü Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
ü Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
ü Telah tersedia bagi konsumen.
c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
g.Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3) Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan  atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa. 
4) Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
 
5) Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6) Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
d.Menaikkan harga sebelum melakukan obral.
6. KLAUSAN BAKU DALAM PERJANJIAN

Klausa Baku dalam Perjanjian
Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.

7.TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.“
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
1.Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

8. SANKSI – SANKSI

Sanksi-sanksi Pelaku Usaha Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :
· Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian 
* Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat . 

sumber : 
 - http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen