Pacaran Menurut Hukum Islam
Istilah pacaran tidak bisa lepas
dari remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang
kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang
remaja biasanya mulai “naksir” lawan jenisnya. Lalu ia berupaya melakukan
pendekatan untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah
pendekatannya berhasil dan gayung bersambut, lalu keduanya mulai berpacaran.
Pacaran dapat diartikan
bermacam-macam, tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja
dengan lawan jenisnya. Praktik pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar
berkirim surat, telepon, menjemput, mengantar atau menemani pergi ke suatu
tempat, apel, sampai ada yang layaknya pasangan suami istri.
Di kalangan remaja sekarang ini,
pacaran menjadi identitas yang sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja akan
bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar. Sebaliknya remaja yang belum
memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar di kalangan remaja
tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan sosiologis.
Maka tidak heran, kalau sekarang mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial
yang disebut “pacar”.
Lalu bagaimana pacaran dalam pandangan Islam???
Istilah pacaran sebenarnya tidak
dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan percintaan antara laki-laki dan
perempuan pranikah, Islam mengenalkan istilah “khitbah (meminang”. Ketika
seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya
dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya
harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium,
memandang dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri.
Ada perbedaan yang mencolok
antara pacaran dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan
pernikahan, sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan.
Persamaan keduanya merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan
jenis yang tidak dalam ikatan perkawinan.
Dari sisi persamaannya,
sebenarnya hampir tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan
terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya. Jika selama masa khitbah,
pergaulan antara laki- laki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah
ditentukan Islam, maka itu pun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya
melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram.
Jika seseorang menyatakan cinta pada lawan jenisnya
yang tidak dimaksudkan untuk menikahinya saat itu atau dalam waktu dekat, apakah
hukumnya haram? Tentu tidak, karena rasa cinta adalah fitrah yang diberikan
allah, sebagaimana dalam firman-Nya berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
(QS. Ar-Rum: 21)
Allah telah menjadikan rasa cinta dalam diri
manusia baik pada laki- laki maupun perempuan. Dengan adanya rasa cinta,
manusia bisa hidup berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului
rasa cinta. Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang yang mau membangun
rumah tangga. Seperti halnya hewan, mereka memiliki instink seksualitas tetapi
tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa berganti pasangan. Hewan
tidak membangun rumah tangga.
Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat atau hadis
yang secara eksplisit atau implisit melarangnya. Islam hanya memberikan batasan-batasan
antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan
yang bukan suami istri.
Di antara batasan-batasan tersebut ialah:
1.
Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada
zina Allah SWT berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan
perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara
perbuatan tersebut seperti berdua-duaan dengan lawan jenis ditempat yang sepi,
bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman, dan lain sebagainya.
2.
Tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya Rasulullah
SAW bersabda,
“Lebih baik memegang besi yang panas daripada memegang atau meraba
perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya). ”
3. Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan
mahramnya Dilarang laki dan perempuan yang bukan mahramnya untuk berdua-duan.
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang
tidak mahramnya, karena ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad)
4. Harus menjaga mata atau
pandangan Sebab mata kuncinya hati. Dan pandangan itu pengutus fitnah yang sering
membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu Allah berfirman,
“Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan
pandangan (dari yang haram) dan menjaga kehormatan mereka…..Dan katakanlah
kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan
menjaga kehormatan mereka…” (QS. An-Nur: 30-31)
Yang dimaksudkan menundukkan
pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak melepaskan pandangan begitu saja
apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan gelora nafsu.
5. Menutup aurat, Diwajibkan
kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang memakai pakaian yang
mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan
bahwa wanita yang keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk
tubuh, memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai “make up” dan sebagainya
setiap langkahnya dikutuk oleh para Malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya
sama dengan berzina dengannya.
Di hari kiamat nanti perempuan
seperti itu tidak akan mencium baunya surga (apa lagi masuk surga) Selagi
batasan di atas tidak dilanggar, maka pacaran hukumnya boleh. Tetapi
persoalannya mungkinkah pacaran tanpa berpandang-pandangan, berpegangan,
bercanda ria, berciuman, dan lain sebagainya. Kalau mungkin silakan berpacaran,
tetapi kalau tidak mungkin maka jangan sekali-kali berpacaran karena azab yang
pedih siap menanti Anda...
Sumber :
http://artikelindonesia.com/pacaran-menurut-hukum-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar